Runi Ketua Kelas 6 A dan Kisah Rakyat Jambi Memilih Pemimpin
“Periksa! Periksa
tasnya!” Wilma menyuruh beberapa orang teman untuk memeriksa tas Roni. Seorang
siswa mengambil tas Roni dengan paksa dan membongkar isinya. Runi sangat marah,
telinganya panas, bibirnya bergetar dan, detak jantungnya terasa seperti
pukulan keras di dadanya. Ia tidak suka teman-temannya menuduh Roni sebagai
pencuri hanya karena Roni berasal dari keluarga tidak mampu. Hampir saja Runi
meledakkan ketidaksukaannya atas perbuatan teman-temannya kalau saja ia tidak
teringat ucapan Atuk Ibrahim, “Menahan hawa panas amarah adalah syarat paling
mudah untuk menjadi seorang pemimpin.
Ingat, calon-calon pemimpin yang akan dipilih oleh rakyat
Jambi harus tahan dibakar dan itu adalah ujian yang paling ringan! Masing-masing
utusan dari negeri Sembilan Koto, Tujuh
Koto, Batin Duo Belas, Petajin dan Muaro Sebo, mereka semua dapat melalui ujian
kepemimpinan itu.
“Teman-teman,” Runi menelan ludah, ia mengatur nafas
supaya jantungnya berdetak dengan teratur, “kita tidak bisa menuduh Roni
sebagai pencuri uang kas kelas kita hanya karena Roni berasal dari keluarga
yang kurang mampu”. “Lalu, kalau bukan
Roni, siapa lagi yang mencuri uang kas kita, orang tua kita, kan, selalu memberi kita uang saku yang
cukup! Sedangkan Roni, dia selalu membawa bekal jajanan dari rumah, jajan pasar
itu!”, Wilma, bendahara kelas menunjuk-nunjuk dengan mata melotot kepada Roni.
“Tidak!” Roni berkata lantang, “Tidak Wilma! Aku tidak
pernah mencuri. Aku tidak mencuri uang kas kelas kita! Orangtuaku memang kurang
mampu, tapi mereka selalu mengajarkan aku untuk mencukupi kebutuhanku! Uang itu
adalah hasil jerih-payahku mengerjakan kerajinan tangan yang aku jual ke toko
cinderamata di pasar raya!
“Teman-teman, kita tahu selama ini Roni sangat kreatif
dalam pelajaran seni budaya dan kerajinan. Wajar, kan, kalau ia mempergunakan keterampilannya untuk menambah uang
saku,” Wilma mengingatkan teman-temannya. Runi melihat selembar kertas terselip
di balik lembaran uang kertas, ia mengambilnya dan mencermati isi kertas itu.
“Ini lihat, lihatlah, ini adalah catatan penjualan hasil kerajinan tangan Roni
dan uang yang ia terima. Dan, lihat, ini ada cap toko yang membeli hasil karya
Roni’. Runi melambaikan kertas itu di hadapan teman-teman”.
“Kalau begitu, siapa lagi yang mencuri uang kas kelas
kita! Kita, kan, berasal dari keluarga
mampu semua! Kecuali dia!”, Wilma masih bersikeras, matanya masih melotot ke
arah Roni dan jari telunjuknya masih menuding Roni.
“Wilma! Cukup. Sudah terbukti uang yang ada di tas Roni
adalah miliknya! Dan uang kas yang hilang itu, sebaiknya diperiksa dulu lebih
teliti, siapa tahu uang itu terselip di antara lembaran buku-bukumu yang lain,
atau malah uang itu tertinggal di rumahmu!”, Runi memandang tajam Wilma. Wilma
kembali ke tempat duduknya dan mulai memeriksa isi tasnya. Tak lama, Bu Guru
Nadia masuk, semua siswa bergegas kembali ke tempat duduk masing-masing. Bu
Nadia sedikit heran dengan keheningan Kelas 6A tapi ia langsung mengajak siswa
untuk belajar.
Runi gelisah, ia tidak bisa tidur. Peristiwa pencurian
uang kas kelas sudah membuat kegaduhan. Runi merasa seperti direndam dalam air
panas. Ia bangun dari tempat tidur dan beranjak ke dapur. Ia ingin minum air
agar badannya terasa segar. “Syarat kedua menjadi pemimpin rakyat Jambi itu
adalah orang itu harus tahan direndam dalam air panas mendidih. Sampai pada
ujian ini, belum ada utusan yang gagal membuktikan bahwa dia mampu menguasai
keadaan. Bila terjadi kekacauan, jangan sampai terjadi tuduh-menuduh tanpa
bukti. Tidak boleh pula peraturan dilanggar karena pemimpin rakyat tidak dapat
menegakkan peraturan ketika kekacauan terjadi,” sambil menuangkan air putih ke
dalam gelas dan meminumnya Runi kembali teringat cerita datuknya tentang
bagaimana rakyat Jambi memilih pemimpin.
Pagi itu, sebelum pelajaran pertama dimulai, Runi berdiri
di depan kelas di hadapan teman-temannya. Ia memutuskan bahwa ia harus mampu
mengendalikan kegaduhan yang terjadi agar suasana kelas menjadi tenang. “Teman-teman,
sekalipun telah terjadi pencurian uang kas dan kita belum dapat menemukan siapa
pelakunya, kita harus tetap tenang. Kita tidak dapat saling tuduh salah satu
dari tanpa bukti. Tanpa bukti, tidak seorang pun boleh dipersalahkan!”, Runi
berkata lantang dengan penuh keyakinan. Melihat keyakinan Runi, teman-teman
sekelasnya menganggguk setuju walaupun ada satu-dua siswa yang saling pandang.
Wilma, sang bendahara kelas menunduk dan ia meremas-remas tangannya. Hari itu
pelajaran di kelas berjalan tenang. Memang beberapa siswa memilih bermain
berkelompok sambil berbisik-bisik. Tapi mereka tidak saling tuduh lagi.
Runi tak habis pikir mengapa ada yang tega mencuri uang
kas kelas. Dan siapa? Begitu ia bertanya-tanya dalam hati, “ Aku harus mencari
akal untuk dapat menemukan si pencuri uang kas itu dan mengapa ia melakukannya.
Tapi bagaimana? Ah, bukankah uang kas itu sudah hampir setahun disetor setiap
siswa dan hampir tidak pernah dipakai kecuali untuk pengeluaran kecil saja?
Pikiran Runi berkelana ke sana kemari. Ia mencoba
menggambarkan kembali keadaan di kelas sebelum peristiwa ini terjadi. Perilaku,
sikap dan ucapan-ucapan mereka. Kecuali, ya! Kecuali kurang lebih dua minggu
yang lalu salah satu dari mereka secara mendadak
mengajak teman-teman sekelas merayakan ulang tahunnya yang ke-13 sesaat sebelum
bubar sekolah. Runi heran, untuk acara
ulang tahun biasanya teman-teman memberikan undangan beberapa hari
sebelumnya dan, acaranya selalu di hari Sabtu atau Minggu. Dalam pikirannya
Runi teringat perkataan atuk Ibrahim, “Syarat ketiga untuk dapat menjadi pemimpin
Jambi adalah ia dapat dijadikan peluru meriam. Itu berarti seorang pemimpin
harus punya kecerdasan atau kebijaksaan dalam memecahkan masalah dengan tepat
dan cepat”. Akhirnya sambil memejamkan
mata Runi bergumam, “Aku akan cari tahu besok
sore sepulang sekolah”, lalu ia tertidur lelap.
“Selamat sore Tante”, Runi menyapa tante Radia yang
sedang menyiram kebun bunga. “Sore Runi. Apa kabar? Tumben Runi sore-sore
kemari. Wilma tidak di rumah, lho, masih di tempat les. Ayo duduk dulu”. Di
dekat kebun bunga ada bangku-bangku kecil, Runi duduk di sana. “Begini tante,
kita sekelas punya kebiasaan membuat
acara kejutan ulang setelah bubar sekolah. Sederhana saja Tante, cuma
mengucapkan selamat ulang tahu. Tapi, ya, secara tiba-tiba. Dan, kalau tidak
salah, Wilma berulang tahun di bulan ini, kan? Tapi, kami tidak tahu tanggal
tepatnya”. Runi memandang wajah tante Radia dengan harap-harap cemas.
“Ah, iya, Runi. Wilma memang berulang tahun di bulan ini.
Tapi tanggalnya sudah lewat, lho,
sudah dua minggu yang lalu”. Tante Radia tersenyum. Setelah membereskan selang
air, Tante Radia duduk di dekat Runi. “Tapi Tante dan Om sepakat untuk tidak
merayakan ulang tahun Wilma. Tepatnya, Tante dan Om sepakat untuk mengajarkan Wilma
bagaimana berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Jadi, pada malam hari ulang
tahun Wilma, Wilma, Tante dan Om berkunjung ke panti asuhan dan memberikan
bantuan peralatan sekolah atas nama Wilma”. Runi mendengarkan penutura tante
Radia dengan saksama.
Dan tepat seperti dugaan Runi, Wilma telah tiba sepulang
les di dekat kebun bunga tante Radia dan berdiri terdiam. Sedikit gugup, Wilma
mengelakkan pandangannya dari tatapan Runi. “Tante, sudah sore Runi pamit dulu,
ya”. Tante Radia tersenyum mengangguk. “Wilma, aku pulang dulu, ya”, Runi
berpamitan pada Wilma. Wilma mengangguk lemah. Ia masuk ke dalam setelah memberi
salam pada ibunya, tante Radia.
Malamnya Wilma gelisah. Ia tak dapat tidur. “Bagaimana aku
bisa mengganti uang kas itu? Roni tidak mau mengakui sebagai pencurinya
sedangkan aku tidak punya bukti untuk menuduhnya. Dan Runi! Huh! Bisa-bisanya
Runi membela Roni! Dan Roni! Aku sungguh tidak menyangka kalau Roni kecil-kecil
punya bisnis! Aduh! Aku harus bagaimana!”. Runi merutuki dirinya. “Dan tadi
sore! Ibu mengatakan bahwa ulang tahunku sudah dirayakan di panti asuhan! Runi
pasti bertanya pada Ibu mengapa aku sore hari sebelum ke panti asuhan aku
merayakan ulang tahunku di luar! Tapi Ibu tidak memanggilku malam ini, jadi …”.
“Runi …” Wilma memanggil Runi ragu-ragu. Hari ini Wilma sudah
memutuskan bahwa ia akan bicara pada Runi. “Ya, Wilma?” Wilma menarik tangan
Runi menjauh dari keriuhan bubar sekolah. “Runi, aku …” Wilma meremas-remas
tangannya. “Aku memang memakai uang kas untuk acara ulang tahunku. Tapi tolong,
tolong jangan beritahu teman-teman. Aku janji akan segera mengembalikannya
dengan uang jajanku. Dan, ini, ini …” Wilma berbicara dengan sangat cepat
hampir tanpa putus , ia menyorongkan sesuatu ke dalam genggaman tangan Runi. “Tolong
jangan beritahu teman-teman, aku mohon Runi …” Wilma menatap mata Runi, memohon.
Runi memandang benda yang sekarang ada di dalam
genggamannya. Benda itu adalah sudah ia inginkan sejak lama. Pikirannya
bergemuruh, “Wilma akan menggganti uang kas yang terpakai itu dan semuanya akan
baik-baik saja …”, berganti-ganti pandangan Runi benda ke genggamannya dan kepada
Wilma yang memohon. “Tapi perbuatan
Wilma tidak bisa dibenarkan!” Pikiran Runi berkebat. “Wilma mencuri uang kas! Wilma
juga menuduh Roni mencuri uang kas demi menutupi perbuatannya! Dan sekarang,
Wilma memintaku menutupi perbuatannya mencuri uang kas dengan memberikan aku benda
ini! Kalau aku terima, berarti aku membenarkan perbuatannya mencuri uang kas!
Dan apakah aku akan tetap membiarkan Roni dituduh sebagai pencuri?
“Dan syarat terakhir untuk bisa memimpin rakyat Jambi adalah
mampu bertahan dari gilingan kilang besi, itulah ujian terberat bagi seorang
pemimpin. Ia harus mampu bertahan dari tekanan keluarga, kerabat maupun
sahabat. Ia harus bisa berkata benar walaupun pahit bagi orang-orang
sekelilingnya. Pada akhirnya hanya satu orang yang dapat melewati ujian
gilingan kilang besi itu, dan dialah yang terpilih menjadi pemimpin rakyat
Jambi”, Atuk Ibrahim menutup ceritanya. Tangan
Runi terulur, ia menyerahkan benda yang ia impikan itu kembali kepada Wilma. “Tidak,
Wilma. Besok aku akan katakan kepada teman-teman apa yang sebenarnya terjadi
dengan uang kas kita. Dan aku akan membersihkan nama Roni dari tuduhan
pencurian. Kau akan tetap mengganti uang kas tapi teman-teman berhak tahu apa
yang terjadi atas uang kas itu”. Dengan hati yang tenang Runi meninggalkan Wilma
sendiri di ruang kelas. Wilma menyesali perbuatannya, tetapi nasi telah menjadi
bubur.
Komentar
Posting Komentar